Suku Di bangka Belitung

03.12

Suku Belitung, Bangka Belitung


Suku Belitung diperkirakan berasal dari daratan Malaka (Melayu), yang datang ke pulau Belitung pada abad ke-18. Sebelum kedatangan bangsa Melayu, pulau Belitung dahulunya dianggap kosong tidak berpenghuni.
Tetapi, sejumlah teori menyebutkan bahwa sebelum hadirnya masyarakat Melayu di pulau Belitung, terdapat “suku asli” yang mendiami pulau itu, yang disebut suku Ameng Sewang. Segera setelah kedatangan bangsa Melayu, tradisi dan budaya Melayu berkembang, dan hari ini menjadi budaya mayoritas di pulau Belitung. Orang Belitung sendiri menyebut diri mereka “uang Belitong”.
Dalam segi mata pencaharian, orang Belitung banyak yang bertani, dengan tanaman utama, yakni karet, lada, cengkeh, dan kelapa. Dalam bertanam padi, orang Belitung mengenal konsep “huma” atau sawah kering, yang sebagian dilakukan dengan membuka lahan di hutan.
Selain menghasilkan padi, merek juga menanam tanaman jagung, umbi-umbian, dan pisang. Selain bertani, orang Belitung banyak yang bekerja di bidang pertambangan terutama timah dan kaolin. Sebagian dari mereka juga bekerja pada sektor lain dan ada juga yang telah mengembangkan industri kerajinan.
Bahasa yang dipertuturkan oleh orang Belitung secara umum masih termasuk dalam rumpun bahasa Melayu tetapi memiliki perbedaan. Bahasa mereka terkadang disebut bahasa Melayu-Belitung.
Bahasa Belitung ini dianggap sebagai salah satu dialek dari rumpun bahasa Melayu, yang juga memiliki kemiripan dengan bahasa Melayu Riau dan bahasa Melayu Malaysia. Ciri khas dari bahasa ini adalah tidak terdapat huruf “h” misalny pada kata “jao” (jauh), “ujan” (hujan), “pute” (putih). Ciri lainnya yaitu pada penggunaan kosakata dari penggabungan dari dua kata atau lebih, contohnya “nakmane” (hendak kemana).
Dalam hal garis keturunan, orag Belitung mengenal prinsip “bilateral”menurut pada garis kedua orangtua. Kelompok keluarga luas orang Belitung pada terbentuk dalam bentuk keleka (kampung adat) yang memiliki aturan tersendiri. Keleka dipimpin seorang kepala adat.
Agama Islam masuk ke wilayah ini sekitar abad ke-17. Walaupun demikian, sistem “kepercayaan asli” masih hidup di beberapa kalangan masyarakat. Misalnya, pada upacara-upacara mengerjakan dan menggarap ladang (maras taun), dalam menangkap ikan (buang jong), menyelenggarakan upacara perkawinan (gawai penganten), dan sebagainya.

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images

Subscribe